<![CDATA[INFO HR INDONESIA - Article]]>Mon, 07 Jul 2025 20:10:10 -0700Weebly<![CDATA[HR dan AI: Musuh atau Mitra Masa Depan?]]>Thu, 03 Jul 2025 05:46:51 GMThttp://infohr.id/article/hr-dan-ai-musuh-atau-mitra-masa-depan
Seiring berkembangnya teknologi, terutama kecerdasan buatan (AI), dunia kerja mengalami transformasi besar. Tak terkecuali di bidang Human Resources (HR). Kini, muncul pertanyaan yang semakin sering dibicarakan: apakah AI akan menggantikan peran HR? Ataukah justru menjadi mitra terbaik untuk membantu HR mencapai dampak yang lebih besar?
Bagi sebagian organisasi, AI masih terasa seperti ancaman. Dikhawatirkan akan menggantikan sentuhan manusia, menghilangkan intuisi dalam proses pengambilan keputusan, atau bahkan membuat peran HR menjadi tidak relevan. Namun kenyataannya, AI hadir bukan untuk menggantikan, melainkan untuk memperkuat peran HR.
Di banyak perusahaan, AI telah mulai dimanfaatkan untuk mempercepat proses rekrutmen, menyaring ratusan CV dalam hitungan detik, atau memprediksi risiko turnover berdasarkan pola data karyawan. Teknologi ini memungkinkan HR bekerja lebih cepat, lebih presisi, dan lebih strategis. Alih-alih menghabiskan waktu pada tugas-tugas administratif, HR kini bisa fokus pada hal-hal yang hanya bisa dilakukan oleh manusia: membangun hubungan, menciptakan budaya kerja yang sehat, dan memimpin transformasi organisasi.
Yang perlu dipahami adalah bahwa AI dan manusia bukan dua kutub yang saling meniadakan. Justru, masa depan HR akan terbentuk dari kolaborasi keduanya. AI menawarkan kecepatan dan analitik yang tajam, sementara manusia membawa empati, intuisi, dan pemahaman konteks. Kombinasi ini yang akan menciptakan strategi people yang lebih kuat dan relevan dengan kebutuhan bisnis saat ini.
Tentu saja, adopsi teknologi tidak bisa terjadi begitu saja. HR perlu memahami data, berani bereksperimen, dan terus belajar agar bisa memanfaatkan AI secara optimal. Di sisi lain, organisasi juga harus memberi ruang bagi HR untuk bergerak lebih strategis, bukan sekadar operasional.
Pertanyaan besarnya kini bukan lagi “apakah HR perlu menggunakan AI?”, tapi “apa yang akan terjadi jika HR tidak mulai sekarang?” Di tengah persaingan global dan shifting talent market, ketertinggalan dalam pemanfaatan teknologi bisa berarti kehilangan keunggulan.
Pelajari Langsung dari Praktisi HR TerkemukaSemua insight di atas akan dibahas secara mendalam dalam sesi:

​🧠
"Adapt or Fall Behind: Embracing Tech & AI for the Future of HR"
di acara Future of Work Summit 2025.

Kamu akan mendapatkan:
✅ Studi kasus dari perusahaan yang sudah mengintegrasikan AI dalam HR-nya
✅ Langkah konkret untuk mulai adopsi AI secara bertahap
✅ Strategi menyatukan data dan empati dalam setiap keputusan HR


Future of Work Summit 2025📍 Kuningan City Ballroom, Jakarta
🗓️ Kamis, 24 Juli 2025
🕘 09.00 – 18.00 WIB
🔗 Daftar sekarang di: bit.ly/FOWS2025 

Jangan tunggu sampai tertinggal ini saatnya upgrade peran HR-mu bersama teknologi dan AI.

]]>
<![CDATA[KOSONG tANPA NYAWA]]>Sun, 15 Jun 2025 06:12:29 GMThttp://infohr.id/article/kosong-tanpa-nyawaAda masa ketika cukup bagi seseorang untuk datang tepat waktu, menyelesaikan tugas, lalu pulang. Tidak banyak ditanya, tidak perlu banyak terlibat. Tapi masa itu sudah berlalu. Di dunia kerja hari ini, dunia yang terus bergerak, makin digital, dan makin menuntut rasa manusiawi membuat kita mulai sadar: hadir secara fisik tidak selalu berarti hadir secara utuh. Dan di situlah cerita tentang engagement dimulai.

Engagement bukan cuma soal semangat. Bukan juga sekadar suka pada pekerjaan. Engagement adalah ketika seseorang hadir sepenuhnya dan seutuhnya. Hadir bersama pikiran, perasaan, dan tenaga terhubung penuh dengan pekerjaan yang ia lakukan. Ada rasa memiliki di sana. Ada energi yang tidak datang karena disuruh, tapi karena ia merasa ini penting, ini layak diperjuangkan.

Istilah ini bukan tanpa akar. Di dunia psikologi organisasi, konsep ini pertama kali diperkenalkan oleh William Kahn (1990), yang menggambarkan engagement sebagai kondisi ketika seseorang merasa aman, berarti, dan memiliki ruang untuk mengekspresikan dirinya secara utuh di tempat kerja. Bertahun-tahun kemudian, Schaufeli dan rekan-rekannya mengembangkan pemahaman ini melalui tiga dimensi utama: vigor (semangat dan energi), dedication (kebanggaan dan antusiasme), dan absorption (keterlibatan total dalam pekerjaan) (Schaufeli et al., 2006). Tapi di luar definisi ilmiah itu, kita semua tahu: engagement terasa ketika kita bangun pagi dan benar-benar ingin memulai hari.

Dan sekarang, isu ini muncul ke permukaan bukan karena tren, tapi karena gejalanya mulai tak bisa diabaikan. Kita melihat kolega yang dulu penuh inisiatif, kini pasif. Rapat-rapat yang dulu hidup, kini hanya rutinitas. Tim yang hadir, tapi tak lagi menyala. Engagement, dalam banyak organisasi, sedang menghilang. Bukan karena orang tidak mampu, tetapi karena banyak yang merasa tidak lagi punya alasan untuk sepenuhnya terlibat.

Fenomena ini terasa makin jelas setelah pandemi. Ketika kantor berubah menjadi layar, dan interaksi menjadi serangkaian notifikasi, banyak yang mulai mempertanyakan: Apakah aku masih bagain dari tim? Apakah aku masih dibutuhkan? Engagement terbukti bukan soal lokasi, tapi soal relasi. Apakah seseorang merasa dipercaya, didengar, dan dianggap penting. Tanpa itu, pekerjaan berubah menjadi kewajiban, bukan pilihan.

Data dari Gallup (2024) memperkuat hal ini. Selama lima tahun terakhir, proporsi karyawan Indonesia yang merasa engaged sekalipun mulai merangkat naik dari 22,28% menjadi 26,67% dan jumlah yang actively disengaged, yaitu mereka yang benar-benar merasa terputus dan negatif terhadap pekerjaannya turun dari 13,25% menjadi hanya 5,28%. Tapi ada satu angka yang tetap tinggi dan perlu dicermati: hampir 68% karyawan Indonesia masuk kategori not engaged. Mereka hadir, tapi tidak sepenuhnya menyala.

Itu artinya mayoritas bekerja dalam mode “setengah nyala”. Mereka tidak menolak, tapi juga tidak mencintai. Dan ini bukan hanya soal motivasi. Ini soal makna.
Karyawan hari ini tidak sekadar mencari penghasilan. Mereka mencari tempat yang memberi arti. Studi oleh Larasati, Hasanati, dan Istiqomah (2019) menunjukkan bahwa keseimbangan hidup dan keterlibatan emosional memiliki peran penting dalam membentuk engagement, khususnya pada generasi milenial yang sangat menghargai relasi dan pengakuan atas keberadaan mereka.

Yang paling menyentuh dari semua ini adalah kenyataan sehari-hari. Seorang manajer berkata, “tim saya hadir, tapi rasanya kosong.” Seorang karyawan berkata, “saya sibuk, tapi sudah tidak merasa terhubung.” Seorang HR bertanya-tanya, “kami sudah punya sistem, tapi kenapa tidak terasa hidup?” Jawabannya mungkin sederhana: engagement bukan soal sistem. Ia soal manusia, dan relasi yang mereka bangun.

Keterlibatan bukan hanya soal angka, skor atau indeks. Keterlibatan adalah kebutuhan nyata bagi organisasi. Organisasi yang bertahan bukan yang paling pintar membuat aturan, tapi yang paling peka terhadap manusianya. Di dunia kerja yang berubah cepat, engagement bukan pelengkap—ia adalah jangkar. Tanpa itu, semua target, strategi, dan sistem hanya akan menjadi rutinitas tanpa jiwa.

Jakarta, 15 Juni 2025
​Eka Junis Setyawan

Referensi
  • Gallup. (2023). State of the Global Workplace 2023 Report. Retrieved from https://www.gallup.com/workplace
  • Gallup, I. (2025). GALLUP. Retrieved from gallup.com: https://www.gallup.com/394373/indicator-employee-engagement.aspx
  • Kahn, W. A. (1990). Psychological conditions of personal engagement and disengagement at work. Academy of Management Journal, 33(4), 692–724. https://doi.org/10.2307/256287
  • Larasati, D. P., Hasanati, N., & Istiqomah. (2019). The effects of work-life balance towards employee engagement in millennial generation. In Proceedings of the 4th ASEAN Conference on Psychology, Counselling, and Humanities (ACPCH 2018). Atlantis Press. https://doi.org/10.2991/acpch-18.2019.93
  • Schaufeli, W. B., Bakker, A. B., & Salanova, M. (2006). The measurement of work engagement with a short questionnaire: A cross-national study. Educational and Psychological Measurement, 66(4), 701–716. https://doi.org/10.1177/0013164405282471
]]>
<![CDATA[DataOn Humanica Akan Menggelar Konferensi HR Tahunan ke-14, Menampilkan Strategi HR Berbasis Data untuk Masa Depan]]>Mon, 07 Oct 2024 05:49:25 GMThttp://infohr.id/article/dataon-humanica-akan-menggelar-konferensi-hr-tahunan-ke-14-menampilkan-strategi-hr-berbasis-data-untuk-masa-depan
Jakarta, Oktober 2024 – DataOn Humanica, penyedia solusi HR terkemuka di Asia Tenggara, akan menggelar Konferensi HR Tahunan ke-14 pada Kamis, 10 Oktober 2024, di Tribrata Darmawangsa, Jakarta Selatan, Indonesia. Dengan tema, "Integrate, Innovate, Inspire: Data-Driven Empowerment for Tomorrow’s Workforce," konferensi ini akan membahas bagaimana strategi HR berbasis data sedang membentuk masa depan dunia kerja. Lebih dari 1.000 peserta diperkirakan hadir, termasuk profesional HR, spesialis IT, C-levels, dan para pengusaha yang antusias untuk mendapatkan wawasan segar dan strategi yang dapat melindungi masa depan organisasi mereka.
Seiring dengan semakin banyaknya organisasi yang menggunakan data untuk pengambilan keputusan di bidang HR, konferensi tahun ini dirancang untuk menginspirasi para pemimpin HR agar lebih mengadopsi teknologi yang memungkinkan pengambilan keputusan yang lebih cerdas dan meningkatkan keterlibatan karyawan. DataOn Humanica bertujuan untuk memotivasi profesional HR dalam mengintegrasikan teknologi ini, memberdayakan mereka untuk menciptakan lingkungan yang mendukung pertumbuhan, kesejahteraan, dan kesuksesan jangka panjang bagi tenaga kerja mereka.

Para pakar HR terkemuka dari berbagai industri akan membagikan wawasan mereka tentang bagaimana memanfaatkan teknologi dan data untuk praktik HR yang optimal. Pembicara utama termasuk Dr. Aloysius Budi Santoso, Chief Corporate Human Capital Development dari PT Astra International TBK, yang akan membahas pemanfaatan data untuk memberdayakan pertumbuhan dan kesejahteraan karyawan, serta Bapak Dudi Arisandi, Chief People Officer di Tiket.com, yang akan mengeksplorasi bagaimana pemberdayaan tenaga kerja berbasis data dapat mendorong pengambilan keputusan HR yang lebih cerdas.

Pembicara tambahan termasuk Ibu Nerfita Primasari, Chief HR Officer dari Superbank, yang akan membahas pentingnya teknologi dalam membangun budaya belajar berkelanjutan; Bapak Gordon Enns, Presiden Direktur dan CTO Grup DataOn Humanica, yang akan mengulas cara membangun tenaga kerja yang terlibat melalui Employee Success Framework dari Workplaze; serta Ibu Sri Coles, CEO SunFish DataOn Philippines, Inc., yang akan membahas kekuatan shared services untuk fungsi HR yang strategis.

Menambah keseruan konferensi ini adalah kembalinya ajang penghargaan bergengsi InspireHR Awards 2024, acara yang dirancang untuk merayakan keberhasilan dan keunggulan dalam praktik HR. Tahun ini, penghargaan tersebut terbuka untuk umum, tidak hanya untuk klien, sehingga membuka kesempatan yang lebih luas untuk berbagai pencapaian tim HR dari berbagai perusahaan.

Penghargaan ini dibagi menjadi tiga kategori: Excellence in HR Business Transformation, yang mengakui organisasi yang telah berhasil menyelaraskan strategi HR mereka dengan tujuan bisnis; Excellence in People Experience, yang menghormati perusahaan yang telah menciptakan pengalaman karyawan yang luar biasa, mendorong keterlibatan, kepuasan, dan kesejahteraan; serta The Best HR Team of the Year, yang mengakui tim yang telah menunjukkan kinerja luar biasa, inovasi, dan dampak signifikan terhadap kesuksesan organisasi mereka. Tahun ini, penghargaan tersebut menarik 41 entri, yang disaring menjadi sembilan finalis. Tiga pemenang akhir akan diumumkan secara langsung di acara tersebut, menambah antusiasme bagi semua peserta.

Selain sesi yang penuh wawasan, konferensi ini juga akan menampilkan area pameran di mana peserta dapat menjelajahi stan interaktif yang menampilkan berbagai teknologi HR. Di DataOn Humanica’s Solutions Showcase, peserta akan memiliki kesempatan untuk mencoba langsung Human Resource Information System (HRIS) milik DataOn Humanica, SunFish Workplaze, dan mengeksplorasi fitur-fitur terbaru yang dirancang untuk mengoptimalkan operasi HR di berbagai industri. Area ini juga akan mencakup stan layanan Payroll Outsourcing dari DataOn, serta Customer Corner yang menawarkan program ulasan eksklusif dan hadiah menarik.

Selain itu, berkat dukungan dari Official Well-being Partner DataOn Humanica’s 14th Annual HR Conference, Good Doctor, peserta akan memiliki kesempatan untuk menerima layanan kesehatan gratis, termasuk pemeriksaan kesehatan mini, tes kulit kepala, pengukuran BMI, tes protein, dan pemeriksaan kepadatan tulang. Pameran dari Ecosystem Partners SunFish Workplaze, seperti GreatDay HR dan Pulsifi, juga akan menambah pengalaman peserta dengan memberikan wawasan tentang teknologi HR inovatif yang dapat meningkatkan efisiensi organisasi.

Untuk menutup konferensi dengan meriah, peserta akan dihibur dengan penampilan spesial penyanyi Indonesia, Marcell Siahaan, yang menghadirkan pengalaman yang tak terlupakan.

Acara tahun ini terwujud berkat dukungan dari mitra media dan komunitas DataOn Humanica, termasuk HRD Bacot, Dunia HR Indonesia, Manajemen SDM, InfoHR Indonesia, HR Indo Society, dan Antara News.

Dengan beragam pembicara, pameran yang menarik, dan fokus yang kuat pada praktik HR berbasis data, Konferensi HR Tahunan ke-14 dari DataOn Humanica menjanjikan untuk menjadi acara wajib bagi para profesional HR yang ingin tetap terdepan di dunia HR yang terus berkembang.

Jangan lewatkan kesempatan untuk menjadi bagian dari acara HR terbesar tahun ini! Untuk informasi lebih lanjut dan reservasi tempat, kunjungi inspirehr.id.

Tentang DataOn Humanica:
DataOn Humanica adalah penyedia solusi HR dan Manajemen Sumber Daya Manusia terkemuka yang berkomitmen untuk menghadirkan teknologi inovatif guna memberdayakan bisnis dan meningkatkan pengalaman karyawan.

Untuk pertanyaan media dan informasi lebih lanjut, silakan hubungi:
Arlyn Girsang
E: anastasia.girsang@dataon.com


]]>